Kamis, 08 Januari 2009

Sri Sultan

· Bila ada pilkada di DIY posisi sultan seperti apa?apa DIY masih istimewa?
· Bila terjadi penetapan----bagaimana bila posisi sultan menjadi pres/wapres?
Jawab:

Geneologis predikat keistimewaan Yogyakarta di tataran yuridis formal,dapat dirunjuk pada amanat Sri Paduka Ingkeng Sinuwun Kanjeng Sultan dan Amanat Sri Paduka Kanjeng Gusti pangeran Adipati Ario Paku Alama. Kedua amanat tersebut dapat dipreskripsikan sebagai novum hukum yang menyatakan bahwa status Yogyakarta, dalam ranah yuridis formal, telah mengalami perubahan dari sebuah daerah Zelfbesturende Landschappen atau daerah Swapraja menjadi sebuah daerah yang bersifat istimewa didalam teritorial NKRI. Secara lebih generik keistimewaan Yogyakarta memiliki akara yang kuat dalam konstitusi. Pasal 18 B ayat (1) Undang-undang dasar 1945 menegaskan, “Negara menghargai dan menghormati negara satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang’.
Pada tingkat yang lebih oprasional, keistimewaan Yogyakarta diatur melalui Undang-undang No 3 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarata. Hanya saja, dalam UU ini tidak diatur secara jelas dan menyeluruh substansi dan ragam urusan yang secara spesifik merefleksikan keistimewaan Yogyakarta. Tiga belas urusan yang ditetapkan melalui UU No. 3 Tahun 1950 setara dengan urusan yang dimiliki daerah lain sesuai dengan pasal 23 dan pasal 24 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948
Dibandingkan dengan daerah-daerah lain, UU ini mewajibkan Yogyakarta tetap menjalankan urusan-urusan rumah tangga dan kewajiban-kewajiban lain yang telah ditetapkan sebelum pembentukan UU No.3 Tahun 1950. Selain itu juga disebutkan bahwa pemerintahan Yogyakarta harus memikul semua hutang-piutang yang terjadi sebelum pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. Lima bulan setelah No. 19 Tahun 1950 yang ditetapkan pada tanggal 14 agustus 1950.
Dalam UU No 1 Tahun 1957, kberadaan daerah-daerah yang bersifat istimewa mempunyai posisi yang kuat. Pengakuan atas daerah-daerah yang bersifat istimewa dituangkan dalam pasal 1 ayat 1,2, dan 3. Dalam pasal 1 ayat (1) ditegaskan “(Y)ang dimaksud dengan Daerah dalam Undang-undang ini ialah daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri , yang disebut juga “Daerah Swatantra” dan “Daerah istimewa”. Meskipun pasal dan ayat-ayat ini tidak secara spesifik menybutkan nama daerah-daerah yang menyandang status istimewa, kesimpulan sederhana yang bisa diambil dari pengaturan diatas adalah bahwa posisi Yogyakarta sebagai daerah istimewa tetap berlaku sesuai dengan UU No. 3 Tahun 1950. Ini bahkan secara spesifik mengatur status kepala daerah istimewa sebagaimana yang tergambar dalampasal 25 dan pasal 27 tentang Kepala Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Daerah Istimewa , pasal 29 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Daerah Istimewa, pasal 30 tentang Sumpah /janji Kepala Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Daerah Istimewa, dan pasal 73 ayat (1) Peraturan Peralihan. Pasal-pasal tersebut, merupakan dasar yuridis penting yang dapat dirujuk dalam mengatur substansi keistimewaan. Berdasarkan pemahaman diatas, Soejamto (1988: 37 -39) merinci substansi keistimewaan dari daerah yang menyandang status keistimewaan, termasuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai berikut:
1. Berlainan denagn Kepala Daerah biasa, Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh pemerintahan pusat dari keturunan keluarga yang berkuasa didaerah itu pada masa sebelum Repulik Indonesi yang masih menguasai daerahnya, dengan memperhatikan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan serta adat-istiadat dalam daerah tersebut.
2. Oleh karena itu, Kepala istimewa tidak dapat ditumbangkan oleh DPRD.
Bidang Politikdan Pemerintahan
Substansi keistimewan Yogyakarta terletak pada keistimewaan Yogyakarta dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah-selain sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Darah – yang meliputi pertama, pengakuan secara legal posisi Kesultanan dan Pakualaman sebagai warisan budaya bangsa. Dalam posisi sebagai warisan budaya bangsa, Kesultanan dan Pakualaman mempunyai (a)fungsi sebagai pengawal, pelestarian, dan pembaharuan aset-aset dan nilai-nilai budaya asli Indonesia sebagai warisan dunia; (b) hak sebagai konsekuensi dari pengakuan atas keduanya sebagai warisan budaya bangsa yang memiliki fungsi, tugas, dan kewajiban tertentu. Hak ini diwujudkan melalui hak keuangan yang diberikan pemerintah nasional dan pemerintah povinsi melalui APBN dan APBD. Dan (c) tugas dan kewajiban melakukan konsolidasi (inventarisasi,klasifikasi,dokumentasi) aset dan nilai-nilai warisan budaya serta memelihara semua aset dan nilai-nilaiwarisan budaya sehingga tetap relevan dengan perubahan jaman.
Kedua,Daerah Istimea Yogyakarta memiliki bentuk dan susunan pemerintahan yang berada dengan provinsi lainnya diIndonesia. Hal ini berdasarkan pada dua pertimbangan pokok. Pertam,keistimewaan yang dimiliki Yogyakarta sebagaimana diindikasikan pada sebagian sebelumnya, telah memiliki kelembagaan pemerintahan yang efektif untuk jangka waktu yang sangat lama. Karenanya, substansi keistimewaan dalam bidang ini akan memberikan kesempatan pada pemerintah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk merevitalisasi kelembagaan yang dimiliki bagi kepentingan masyarakat luas.
Keberadaan bentuk pokok dan susunan pemerintahan terletak pada pengintegrasian Kasultanan dan Pakualaman kedalam struktur pemerintahan provinsi DIYdan sekaligus pemisahan antara wewenang dan struktur pengelola orusan politik dan pemerintahan sehari-hari dengan urusan politik strategis. Pengintegrasian Kesultanan dan Pakualaman kedalam struktur pemerintahan DIY dilakukan melalui pemberian wewenang, berikut Implikasi – implikasi yang melekat didalamnya kepada Sri Sultan dan Paku Alama sebagia satu kesatuan politik yang berfungsi sebagai paradhya bagi Keistimewaan DIY.
Konsekuensi dari pemberian wewenang kepada kasultanan dan pakualan adalah bahwa paugeran yang mengatur tata-caramenghasilkan Sultan dan Paku Alamharus menjadi dokumen publik. Demikian pula, karena sumber rekuitment sebagai sultan dan Paku Alam adalah terbatas pada keturunan Raja, sementara fungsi sebagai Parardha keistimewaan membutuhkan pemenuhan sejumlah syarat tertentu-usia dan pendidikan misalnya agar dapat berfungsi dengan baik,maka perlu dirumuskan sekenario untuk mengatasi situasi dimana syarat-syarat yang diharuskan tidak dapat dipenuhi. Sejarah Kasultanan Yogyakarta menunjukan adanya sultan yang masih sangat belia dalam usia dan karenanya tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai Raja. Dalam kondisi seperti Raja. Dalam kondisi seperti ini, kehadiran seorang “wali” atau “dewan perwalian” sebagai pendamping, berikut syarat-syarat yang diatur dalam Paugeran harus juga menjadi dokumen publik.hal yang sama pentingnya adalah publikasi dan Paugeran yang mengatur Sultan dan Paku Alam dalam situasi dimana keduanya tidak menjalankan fungsi, karena sakit keras misalnya. Hal ini penting karena tidak dikenalnya pembatasan masa jabatan bagi seorang Raja. Hal-hal diatas diperlukan basis bagi masyarakat dan pemerintahan nasional dalam menentukan legitimasi seorang Sultan dan paku Alam dalam terjadi konflik internal atau dalam situasi dimana seorang Sultan dan Paku Alam tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai Parardhya.
Sementara pemisahan antara struktur penyelenggara pemerintahan sehari-hari dan pemegang otoritas politik strategis dilakukan melalui pemisahan antara Kesultanan dan Paku Alam sebagai institusi kebudayaan dengan institusi kebudayaan dengan pemerintahan provinsi dan DPRD sebagai penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Sebagai penyelenggara pemerintahan sehari-hari, disamping kewenangan istimewaan dalam bidang politik dan pemerintahan, serta kebudayaan, pertanahan dan penataan ruang, Pemerintahan DIY dan DPRD memeiliki seluruh kewenagan pemerintahan kecuali yang ditetapkan dalam UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Urusan pemerintahan.
Pemerintahan Yogyakarta juga memiliki kelembagaan pemerintahan yang berbeda, sesuai dengan kekhususan yang melekat pada dirinya. Kewenangan merumuskan dan membentuk kelembagaan pemerintahan mulai tingkat provinsi hingga pada tingkat desa atau kelurahan dijamin melalui UU keistimewaan Yogyakarta berada sepenuhnya berada ditangan otoritas politik Provinsi DIY. Haln ini untuk memberikan ruang yang cukup bagi pemerintahan DIY untuk merancang kelembagaan pemerintahan daerah yang sepenuhnya dapat mencerminkan keistimewaan yang melekat pada dirinya.
Pemberian wewenang menetapkan kelembagaan pemerintah tersendiri memiliki penjelasan yang sagat kuat. Kasultanan dan Pakualaman merupakan sistem politik yang telah memiliki struktur kelembagaan yang lengkap bahkan hingga tingkat terbawah masyarakatnya. Masuknya Yogyakarta ke dalam NKRI tidak dengan sendirinya menggugurkan keberadaan berbagai institusi yang ada. Lebih sekedar memiliki kelembagaan yang lengkap dengan usia yang panjang, kelembagaan telah terbukti efektif dalam melayani kepentingan publik,dalam memfasilitasi partisipasi dan kontrol publik, dan dalam mentransformasi masyarakat ke arah yang lebih baik dari waktu ke waktu.
Ketiga, dalam ranah politik, kekhususan Yogyakarta terletak pada sumber dan proses rekruitment gubernur. Pengalaman pengelolaan Yogyakarta sejak kemerdekaa dan sekaligus pengaturan melalui UU No.3 Tahun 1950 menunjukan sumber rekruitment Gubernur DIY dibatasi hanya dari lingkungan keluarga dan kerabat Pakualaman. Hanya saja, bagi kepentingan ke depan terdapat tiga kemungkinan skenario. Skenario pertama, sumber rekruitment bersifat tertutup yang dibatasi pada kerabat dan keluarga Kasultanan dan Pakualaman, skenario kedu, sumber rekruitment didasarkan pada prinsip-prinsip monarki konstitusional dimana kerabat dan keluarga Kesultanan dan Pakualaman dikecualikan. Skenario ketiga,adalah sumber reruitmen bersifat terbuka dengan prinsip-prinsip kewarganegaraan sebagai pembatasnya. Setiap warga negaranya, termasuk dari ;lingkungan keluarganya dan kerabat Kasultanan dan Pakualaman dijamin hak politiknya untuk menjadi calon gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Oleh karena itu apabila ada pilkada posisi sultan tetap menjadi Raja, dan Yogyakarta tetap menjadi istimewa karena Sri Sultan tetap menjadi Raja. Ini tidak mungkin Yogyakarta tidak menjadi istimewa. Dulu pada masaYogyakarta di jadikan Ibu Kota Negara Indonesia, Yogyakarta masih tetap menjadi negara Istimewa. Seperti ditunjukan diatas bahwa dalam Pasal 18 B ayat (1) Undang-undang dasar 1945 menegaskan, “Negara menghargai dan menghormati negara satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang’.
Apabila Sri Sultan menjadi pres atau wapres mungkin akan diganti kedudukan Sri Sultan menjadi raja DIY dan status Yogyakarta masih dalam istimewa.